[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
MediaSport.id- Penetapan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka oleh KPK dugaan kasus suap dana KONI mengingatkan kembali catatan dandan prestasi olah raga pada masanya.
Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 27 Oktober 2014 menunjuk dan melantik secara resmi politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Imam Nahrawi menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang pada saat itu masih berusia 41 tahun.
Setelah beberapa waktu menjabat sebagai orang nomor satu di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pria kelahiran Bangkalan Madura, 8 Juli 1973 langsung dihadapkan polemik sepak bola gajah pada pertandingan PSS Sleman melawan PSIS Semarang.
Selain itu dihadapkan dengan permasalahan yang lebih pelik yaitu soal kompetisi tertinggi di Tanah Air, Indonesia Super League (ISL).
Saat itu, Kemenpora dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) meminta kick off dimundurkan dari jadwal karena sejumlah klub belum memenuhi persyaratan yang diminta.
Kemenpora melayangkan tiga kali teguran kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) berikut PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi. Namun, hingga batas yang ditentukan, belum ada jawaban. Akhirnya pada 18 April 2015, Kemenpora membekukan PSSI melalui suratnya bernomor 01307 tahun 2015 yang ditandatangani Menpora Imam Nahrawi.
Pembekuan ini berdampak panjang. Federasi sepak bola dunia atau FIFA langsung melarang timnas Indonesia beraktivitas di kancah internasional (di-suspend) karena pemerintah dinilai melakukan intervensi. Setelah Kemenpora mencabut pembekuan, FIFA akhirnya mengikuti dengan mencabut suspend-nya yang berlangsung kurang lebih satu tahun.
Aktivitas sepak bola, khususnya timnas, akhirnya kembali normal meski permasalahan terus muncul. Beberapa prestasi mampu diraih meski untuk level junior seperti pada ajang Piala AFF. Untuk timnas senior hingga saat ini, prestasi tak kunjung tiba.
Bonus besar untuk atlet
Selepas dari urusan sanksi FIFA, Menpora Imam Nahrawi memprakarsai sejarah besar dalam hal penghargaan terhadap olahragawan, yakni pemberian bonus terbesar dalam sejarah.
Adalah peraih emas Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro Brasil, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang merasakan manisnya buah prestasi mengharumkan bangsa. Pasangan bulu tangkis nomor ganda campuran itu masing-masing mendapatkan bonus Rp5 miliar atas sekeping emas Olimpiade.
Bonus untuk atlet bulu tangkis juga diberikan kepada peraih juara All England hingga kejuaraan dunia. Pasangan Kevin Sanjaya/Marcus Gideon, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir hingga Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan juga sudah merasakan bonus kejutan itu.
Sang saka tercetak terbalik
Pada 2017, Menpora mengawal langsung kontingen Indonesia pada SEA Games 2017 di Malaysia. Saat itu ada kejadian yang cukup menyita perhatian yaitu Bendera Merah Putih tercetak terbalik pada buku panduan kontingen dan ofisial peserta pesta olahraga multi cabang dua tahunan itu.
Kejadian itu sempat memicu polemik. Bahkan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani turun tangan dan meminta tiga hal kepada Malaysia terkait insiden tersebut yaitu menuntut adanya permintaan maaf terbuka secara tertulis dari pemerintah Malaysia soal kekeliruan tersebut. Kedua adalah meminta buku panduan SEA Games 2017 yang diedarkan segera ditarik dan diganti baru dan ketiga berharap kesalahan fatal tidak terulang.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, ketika mengikuti upacara pembukaan SEA Games 2017 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, menilai pencetakan bendera Indonesia yang terbalik dalam buku panduan pesta multi-cabang olahraga ASEAN ke-29 itu sebagai tindakan yang teledor dan ceroboh.
“Saya kira hal ini yang mencerai kemegahan pembukaan SEA Games 2017 yang disaksikan jutaan orang,” ujar Menpora Imam Nahrawi ketika itu.
Pemerintah Malaysia, melalui Menteri Pemuda dan Olah Raga Malaysia, Khairy Jamaluddin, ketika itu meminta maaf dan telah mengarahkan kepada panitia agar buku SEA Games 2017 yang memuat kesalahan pencetakan benderan Indonesia dalam keadaan terbalik tidak diedarkan lagi.
Asian Games 2018
2018 bisa dikatakan sebagai tahunnya Menpora Imam Nahrawi. Betapa tidak, ada dua hajatan besar yang harus ditangani yaitu Asian Games dan Asian Para Games 2018. Kedua kejuaraan internasional itu berjalan dengan sukses baik prestasi, administrasi hingga pertanggungjawaban.
Pada Asian Games, kontingen Indonesia mampu finis diurutan keempat dengan raihan 31 emas, 24 perak, 43 perunggu. Sedangkan pada Asian Para Games berada di posisi lima dengan 37 emas, 47 perak, 51 perunggu. Bonus peraih emaspun sama yaitu Rp1,5 miliar. Begitu juga bonus juga diberikan kepada atlet yang mampu menjadi juara dunia seperti Eko Yuli dari cabang angkat besi.
Selain bonus berupa uang bagi atlet yang berprestasi, Menpora Imam Nahrawi kembali memberikan jalan atlet menjadi Aparatur Sipil Negara atau dulunya dikenal dengan PNS. Peraih medali emas SEA Games 2015 ke atas, peraih medali Asian Games dan Olimpiade semuanya diangkat. menjadi ASN. Begitu juga peraih medali emas ASEAN Para Games, Asian Para Games maupun Paralimpik.
Gowes Nusantara
Di era Imam Nahrawj, Kemenpora bukan hanya berfokus pada olah raga prestasi, tapi juga memberi perhatian besar pada olah raga masal untuk kesehatan masyarakat.
Program Gowes Nusantara menjadi andalan untuk kampanye olah raga masal inj. Selain itu ada Gala Desa. Tidak ketinggalan, pengenalan kembali Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) mulai sekolah tingkat dasar.Semua itu tergabung dalam program Kemenpora bertajuk Ayo Olahraga.
E-Sport
Ada satu lagi yang cukup menyita perhatian dari sepak terjang Menpora Imam Nahrawi, yakni dukungannya yang besar terhadap E-sport untuk menjadi salah satu cabang olahraga prestasi. Bahkan, di sela puncak peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (9/9), E-Sport dibahas secara khusus melalui Simposium Interpretasi Esport dalam Wacana Keolahragaan Nasional. (antara)