[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
MediaSport.id-Bermula dari Angel Di Maria, difasilitasi Karim Benzema, dan kemudian lahirlah gol pemungkas Ricardo Kaka.
Estadio Santiago Bernabeu, Madrid, 4 Mei 2013. Secara matematis, kans Real Madrid untuk menjadi juara La Liga 2012/13 belum habis ketika mereka menjamu Real Valladolid hari itu. Namun, semua orang tahu bahwa Barcelona sebetulnya sudah tak lagi bisa dikejar.
Dengan situasi tersebut Real Madrid mestinya bisa tampil tanpa beban. Akan tetapi, saat laga memasuki menit kedelapan, mereka justru kebobolan terlebih dahulu lewat aksi Oscar Marcos.
Gol itu direspons dengan baik oleh Real Madrid. Pada menit ke-26 dan 32, Los Blancos mencetak gol lewat Di Maria dan Cristiano Ronaldo untuk berbalik unggul. Akan tetapi, Valladolid tak mau menyerah begitu saja.
Cuma berselang tiga menit setelah gol Ronaldo, Javi Guerra membobol gawang Iker Casillas. Real Madrid dan Real Valladolid pun harus puas masuk kamar ganti dengan kedudukan imbang 2-2.
Real Madrid yang tak mau mengulangi kesalahan babak pertama langsung menggebrak pada awal babak kedua. Gebrakan inilah yang melahirkan gol terakhir Kaka dalam balutan seragam El Real.
Gol ini bermula dari aksi Di Maria di sisi kiri permainan Real Madrid. Setelah mendapat bantuan Fabio Contreao, Di Maria menyodorkan bola kepada Benzema yang langsung berakselerasi ke depan kotak penalti Valladolid.
Sebelum berhenti berlari, Benzema terlebih dahulu memberi umpan matang kepada Kaka yang sukses meloloskan diri dari barikade Valladolid. Tanpa basa-basi, Kaka langsung melepas tembakan kaki kiri keras yang tak bisa dibendung kiper Valladolid, Jaime Jimenez.
Kaka membawa Real Madrid unggul 3-2 dan di akhir laga tiga poin berhasil diamankan lewat kemenangan 4-3. Empat bulan kemudian, pada awal musim 2013/14, pemain asal Brasil itu mudik ke rumah lamanya, AC Milan.
***
Transfer Kaka ke Real Madrid tak ubahnya kawin paksa. Milan sebetulnya tak bersedia melepas Kaka dan Kaka pun tak ingin pergi dari sana. Akan tetapi, keadaan memaksa kepindahan itu terjadi.
Pada 2009, Silvio Berlusconi mulai kewalahan membiayai Milan. Maka, ketika Real Madrid datang dengan cek senilai 65 juta euro, Milan pun seperti tak punya pilihan lain. Uang sebesar itu bisa dijadikan modal bagi mereka untuk bertahan hidup.
Dengan berat hati, Kaka meninggalkan San Siro. Meski menyandang status pesepak bola termahal dunia (sebelum rekornya dipecahkan Cristiano Ronaldo tak lama berselang), Kaka tak pernah sungguh-sungguh merasa bahagia dengan kepindahan itu.
Kawin paksa itu sebetulnya tidak berakhir dengan bencana. Kaka tidak bisa dibilang gagal di Real Madrid. Selama empat tahun dia tampil di 120 pertandingan, berkontribusi atas terciptanya 68 gol, dan berhasil menyumbangkan dua gelar domestik untuk Real.
Namun, apa yang ditampilkan Kaka di Real Madrid memang jauh dari ekspektasi. Dua tahun sebelum diangkut ke Bernabeu, Kaka sukses menyabet gelar pemain terbaik dunia. Gelar itu menjadi kulminasi atas penampilan fenomenalnya bersama Milan.
Kesuksesan Milan era 2000-an jelas tak bisa dipisahkan dari Kaka. Tak banyak yang bisa menandinginya ketika itu. Sebagai katalis serangan, Kaka bisa melakukan segalanya dengan cara yang sungguh elegan.
Kaka punya kecepatan, kemampuan olah bola brilian, kecerdasan dalam bergerak, ketajaman dalam mencetak gol, dan kecerdikan dalam membuat assist. Singkatnya, Kaka adalah paket komplet yang jadi jaminan mutu lini depan Milan.
Kaka yang itulah yang diharapkan Real Madrid ketika Florentino Perez meluncurkan proyek Galacticos jilid keduanya. Harga 65 juta euro tadi jadi perlambang harapan tersebut. Namun, Kaka yang dinanti tak pernah tiba.
Cedera dan Jose Mourinho jadi biang keladinya. Awal tahun lalu, Kaka pernah bercerita soal ini kepada Sport TV. “Masalah utamaku di Madrid adalah cedera dan ketika aku sudah pulih di sana ada Mourinho,” tuturnya.
Ketika Kaka datang untuk pertama kalinya, Real Madrid masih dilatih oleh Manuel Pellegrini. Akan tetapi, pelatih asal Cile itu akhirnya dipecat karena gagal mempersembahkan trofi.
Mourinho lantas ditunjuk untuk menangani Real Madrid mulai musim 2010/11 dan sejak itulah Kaka kesulitan untuk menembus tim inti. Apalagi, selepas Piala Dunia 2010, Real Madrid mendatangkan Mesut Oezil dari Werder Bremen.
“Pada musim pertama, aku mengalami masalah pada pinggulku. Setelahnya, ketika berusaha mempersiapkan diri untuk Piala Dunia, aku mengalami cedera selangkangan. Kemudian, setelah turnamen aku mengalami cedera lutut dan harus absen enam bulan,” kenang Kaka.
“Masalah utamaku di awal-awal adalah kurangnya konsistensi dan kebugaran, tetapi dalam tiga musim berikutnya aku berusaha meyakinkan Mourinho untuk memainkanku. Nyatanya, usahaku tidak berhasil. Sebenarnya, sih, tidak ada masalah di antara kami tetapi itu jadi masa-masa sulitku di Madrid.”
“Di Madrid kami sering beradu argumen, tetapi semuanya dilakukan penuh respek. Mesut Oezil jelas lebih unggul daripada diriku di tim, tetapi aku sering bilang pada Mourinho bahwa aku juga bisa berkontribusi.”
“Aku tidak pernah mengancam bakal membocorkan masalah ini ke media tetapi aku betul-betul yakin aku bisa berbuat sesuatu. Mourinho adalah pelatih cerdas tetapi dia kadang terlalu keras ke pemainnya. Pada akhirnya dia berhasil membawa kami juara liga dan menembus semifinal Liga Champions. Jadi, meskipun salah, dia tetap sukses,” beber Kaka.
Mourinho bertahan di Madrid sampai akhir musim 2012/13. Setelah itu posisinya digantikan oleh Carlo Ancelotti yang merupakan pelatih Kaka ketika di Milan. Akan tetapi, justru ketika Madrid dilatih Ancelotti inilah Kaka mudik ke Milan.
“Karena Carlo Ancelotti ditunjuk dan ada perombakan skuat, aku sebenarnya ingin bertahan. Namun, Carlo berkata jujur kepadaku. Dia berkata bahwa dia harus memenuhi sejumlah target pada musim itu dan kami berdua setuju bahwa langkah terbaik bagiku adalah pergi. Lagipula, ketika itu aku ingin bermain di Piala Dunia [sehingga butuh banyak menit bermain],” jelas Kaka.
Sayangnya, era kedua pria asal Sao Paulo ini di Rossoneri tidak sesukses sebelumnya. Kaka pun akhirnya gagal masuk ke skuat Piala Dunia 2014. Setelah itu Kaka memutuskan untuk kembali ke Sao Paulo sebelum memperkuat Orlando City di MLS sampai pensiun pada akhir 2017.
***
Kaka tidak bisa dibilang gagal di Real Madrid tetapi tidak juga bisa dibilang berhasil mengingat besarnya ekspektasi yang ada di pundaknya. Namun, 29 gol dan 39 assist yang dibukukannya merupakan bukti bahwa kualitas Kaka sebetulnya tak lenyap begitu saja.
Di Real Madrid, Kaka cuma bermain tak lebih dari 7.000 menit karena memang lebih kerap menjadi pemain cadangan. Akan tetapi, dengan kesempatan yang terbatas pun, dia tetap mampu menunjukkan kebolehannya.
Kaka benar. Cedera dan Mourinho adalah biang kegagalannya bersama Real Madrid. Di situasi yang lebih baik, barangkali kawin paksa dengan Los Merengues itu bisa berjalan lebih menyenangkan baginya.(msn)