Ketika Ronald Koeman Menutup Tirai Piala Champions & Membuka Dinasti Eropa Barcelona

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]

MediaSport.id -20 Mei 1992 silam, digelar partai terakhir European Cup sebelum berganti nama menjadi UEFA Champions League pada musim berikutnya. Partai final yang diselenggarakan di Wembley Stadium ini dimenangkan oleh Barcelona lewat skor tipis 1-0 atas Sampdoria.

European Cup atau Piala Champions memang di-rebranding menjadi Liga Champions pada musim 1992/93. Namun, edisi terakhir Piala Champions pada musim 1991/92 sama sekali tak boleh dilupakan dari sejarah modern sepakbola Eropa.

Di musim 1991/92 inilah, embrio fase grup muncul untuk pertama kali. Tim partisipan yang jumlahnya 32 bertarung terlebih dalam dua ronde sebelum menyisakan delapan tim yang kemudian dipecah ke dalam dua grup. Masing-masing juara dari Grup A dan Grup B ini nantinya akan bertemu di final. Format seperti ini lalu mengalami penyempurnaan beberapa kali sebelum seperti sekarang.

Selain itu, Piala Champions 1991/92 menandai penampilan perdana klub-klub Inggris di Eropa sejak diskors enam tahun karena tragedi Heysel yang membuat mereka tak boleh berpartisipasi. Arsenal, sebagai jawara Liga Inggris 1990/91, menjadi satu-satunya wakil Inggris dan sanggup bertahan hingga ronde kedua. Inggris juga mendapat kehormatan untuk menggelar partai puncak turnamen di  Wembley.

Kejadian penting lainnya adalah partisipasi sang juara bertahan Piala Champions 1991, Red Star Belgrade. Klub Yugoslavia ini tak boleh tampil di kandang sendiri akibat perang yang melanda negeri Balkan itu. Akibatnya, Red Star tak punya daya dukung maksimal untuk mempertahankan titel dan mereka tereliminasi di fase grup.

Kembali ke jalannya kompetisi Piala Champions 1991/92. Sampdoria muncul sebagai pemenang Grup A mengalahkan sang juara bertahan Red Star, Anderlecht, dan Panathinaikos. Adapun Barcelona muncul sebagai jawara Grup B usai menyingkiran Sparta Praha, Benfica, dan Dynamo Kiev. Barcelona dan Sampdoria pun berhak ke final.

Johan Cruyff, yang tengah memimpin revolusi di Barcelona, mengandalkan pemain asing mumpuni seperti Ronald Koeman, Michael Laudrup, dan Hristo Stoichkov. Ada pula para pemain lokal berbakat seperi Pep Guardiola, Jose Mari Bakero, Julio Salinas, dan kapten Andoni Zubizarreta.

 

Lawan mereka, Sampdoria, ditukangi oleh mantan pelatih Real Madrid Vujadin Boskov dan bergantung sepenuhnya pada talenta Italia seperti Gianluca Pagliuca, Attilio Lombardo, Gianluca Vialli, hingga Roberto Mancini.

“Cruyff menolak dogma bertahan dan tim saya memainkan sepakbola menyerang. Kedua tim sama-sama berpeluang menang dan akan menyajikan hujan gol,” demikian pernyataan Boskov sebelum laga.

Sejak kick-off, laga memang berlangsung ketat. Jangan tertipu dengan skor kacamata selama 90 menit karena kedua tim tetap mampu menampilkan jual beli serangan secara atraktif. Laga pun memasuki babak perpanjangan waktu.

Sekitar sepuluh menit menjelang laga usai, Barcelona mendapat tendangan bebas ketika Invernizzi dianggap melanggar Eusebio. Meski keduanya berebut bola secara fifty-fiffy, wasit Aron Schmidhuber tetap memberikan free-kick untuk Blaugrana dari jarak sekitar 23 meter.

Koeman diapit dua rekan setimnya untuk mengasisteni tendangan bebas ini. Sang bek Belanda ini berlari, lalu mendentumkan tendangan kencang. Bola melewati pagar betis Sampdoria, dan bersarang di gawang Pagliuca. Gol!

 

Sampdoria tak mampu mencari gol penyama hingga akhir laga dan skor 1-0 tetap bertahan. Sorak sorai membahana di kubu Catalan. Mereka langsung mencopot jersey oranye dan menggantinya dengan jersey kebesaran biru-merah saat penyerahan trofi.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun gagal juara, Barcelona merengkuh trofi Eropa pertamanya. Mereka juga menjadi tim Spanyol pertama yang meraih trofi ini sejak Real Madrid melakukannya pada 1966.

Namun yang lebih penting, keberhasilan menjadi juara Eropa mengonfirmasi bahwa metode Cruyff di Barcelona berjalan dengan baik, sebagaimana dijelaskan oleh Carlos Hugo Garcia Bayon, eks asisten pelatih Barcelona B.

“Itu adalah kemenangan yang mengubah mentalitas dan kultur klub. Mereka bukan sekadar memenangi Piala Champions, tapi memenanginya dengan gaya bermain spesifik dan memakai banyak pemain jebolan La Masia. Itu adalah hal yang unik, yang membedakan kami dengan lainya,” kata Bayon kepada CNN.

Tendangan bebas geledek Koeman 28 tahun lalu meyakinkan Barcelona untuk terus konsisten memakai filosofi Cruyff. Sebuah dinasti emas kelak berhasil terwujud. Kini, Barca sudah mengoleksi lima gelar Liga Champions (1992, 2006, 2009, 2011, 2015).

 

Final Piala Champions (European Cup) 1991/92

20 Mei 1992 | Wembley (70.827 penonton)

Sampdoria vs Barcelona 0-1 (aet) | Gol: Koeman 112′

Susunan pemain:

Sampdoria (4-4-2): Pagliuca; Mannini, Lanna, Vierchowod, Katanec; Lombardo, Cerezo, Pari, Bonetti (Invernizzi 73′); Vialli (Buso 100′), Mancini (c).

Cadangan tak terpakai: Nuciari, Bonetti, Paulo Silas

Pelatih: Vujadin Boskov

Barcelona (5-3-2): Zubizarreta (c); Eusebio, Nando, Koeman, Ferrer, Rodriguez; Bakero, Guardiola (Alesanco 112′), Laudrup; Salina (Goikoetxea 65′), Stoitchkov.

Cadangan tak terpakai: C. Busquets, T. Begiristain, Miguel Ángel Nadal

Pelatih: Johan Cruyff

Exit mobile version