
MediaSport.id – Persebaya Surabaya yang sempat merubah namanya menjadi Persebaya 1927 adalah sebuah klub Sepak bola profesional di Indonesia yang berbasis di Surabaya yang berdiri pada 18 Juni 1927 dengan nama Soerabajasche Indische Voetbal Bond (SIVB) dan sudah malang melintang dikancah sepak bola Indonesia. Sempat di bekukan oleh PSSI dan disahkan kembali oleh PSSI sebagai anggota di Kongres Tahunan PSSI Bandung pada tanggal 8 Januari 2017.
Nama lengkap | Persatuan sepak bola Surabaya |
---|---|
Julukan |
|
Berdiri | 18 June 1927 | , sebagai S.I.V.B
Stadion | Gelora Bung Tomo (Kapasitas: 55,000) |
Pemilik | PT. Persebaya Indonesia |
Sejarah
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Jun 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabajasche Indische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Soerabajasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.
Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, prestasi SIVB yang hampir semua pemainnya adalah pemain pribumi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa melejit dan kembali mencapai final sebelum dikalahkan oleh Persis Solo. Akhirnya pada tahun 1943 SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh Dr. Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1951 dan 1952.
Tahun 1959, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan lima kali menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1971, 1973, 1987, dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi profesional bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1996-97. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2004 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya.
Kontroversi
Pertandingan
Selain itu, dalam perjalanannya, Persebaya beberapa kali mengalami kejadian kontroversial. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang terkenal dengan istilah Sepak Bola Gajah karena mengalah kepada Persipura Jayapura 0-12, untuk menyingkirkan saingan mereka PSIS Semarang yang pada tahun sebelumnya memupuskan impian Persebaya di final kompetisi perserikatan. Taktik ini setidaknya membawa hasil dan Persebaya berhasil menjadi juara perserikatan tahun 1988 dengan mengalahkan Persija 3 – 2 di final
Pada Liga Indonesia 2002, Persebaya melakukan aksi mogok tanding saat menghadapi PKT Bontang dan diskors pengurangan nilai. Kejadian tersebut menjadi salah satu penyebab terdegradasinya Persebaya ke divisi I. Tiga tahun kemudian atau tahun 2005, Persebaya menggemparkan publik sepak bola nasional saat mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan harapan PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas kejadian tersebut Persebaya diskors 16 bulan tidak boleh mengikuti kompetisi Liga Indonesia. Namun, skorsing diubah direvisi menjadi hukuman degradasi ke Divisi I Liga Indonesia.
Dualisme
Pada musim 2009/2010 merupakan awal mula dualisme Persebaya Surabaya. Persebaya Surabaya (PT Persebaya Indonesia) mengalami degradasi ke Divisi Utama akibat dipaksa melakukan pertandingan ulang sebanyak 3 kali melawan Persik Kediri dengan tempat yang berbeda yaitu di Kediri, Yogyakarta, dan Palembang. Pada pertandingan ulang ketiga pihak Persebaya menolak melakukan pertandingan ulang, pihak manajemen tidak terima dan tidak mau ikut Divisi Utama kemudian mengikuti liga ilegal “Liga Primer Indonesia” dari sebelumnya bernama Persebaya Surabaya (PT Surabaya Indonesia) diubah menjadi Persebaya 1927 (PT Persebaya Indonesia).
Memanfaatkan slot Persebaya di Divisi Utama musim selanjutnya, Wisnu Wardhana mengambil alih Persikubar (Kutai Barat) dan mendaftarkannya sebagai Persebaya untuk mengikuti Kompetisi Divisi Utama. Walaupun menyandang nama resmi Persebaya, tim bentukan Wisnu Wardhana tersebut tidak terlalu mendapat tempat di hati Bonek (Suporter Persebaya), mereka lebih setia untuk mendukung Persebaya “asli” yang terpaksa mengganti nama mereka menjadi Persebaya 1927 akibat dualisme kompetisi, dan LPI tidak diakui sebagai kompetisi resmi PSSI.
Persikubar Kutai Barat yang diambil Wisnu Wardhana dan diubah nama menjadi Persebaya Surabaya (kini Bhayangkara FC) untuk bisa mengikuti Liga Indonesia, kemudian berhasil promosi kembali ke Liga Super Indonesia pada musim 2014. Kemudian pada musim 2015 sayangnya liga diberhentikan setelah tidak diakui oleh Pemerintah dan kemudian Indonesia di Banned oleh FIFA.
Pada musim 2015, Persebaya 1927 (PT Persebaya Indonesia) memenangkan gugatan hak paten nama dan logo Persebaya, sehingga secara otomatis legalitas Persebaya Surabaya adalah dibawah PT. Persebaya Indonesia. Hal ini mengakibatkan Persebaya Surabaya versi Wisnu Wardhana harus merubah nama menjadi Bonek FC. Setahun kemudian, Bonek FC kembali mengubah nama menjadi Surabaya United atas desakan Bonek yang tidak mau namanya dipakai untuk klub yang tidak merepresentasikan mereka (Bonek tetap setia mendukung Persebaya 1927).
Pada musim 2016 Surabaya United melakukan merger dengan PS Polri dan kemudian kembali merubah namanya menjadi Bhayangkara Surabaya United dan berlanjut sampai dengan mengikuti kompetisi Indonesia Soccer Championship, di paruh kedua kompetisi tepat pada bulan Mei 2016 Polri resmi membeli 100% saham Bhayangkara Surabaya United dan menghapus nama belakang klub sehingga sekarang bernama Bhayangkara FC, pada bulan yang sama hasil rapat Exco yang digelar di Solo, Persebaya 1927 disahkan kembali sebagai anggota PSSI dan akan disahkan pada KLB di Makassar dan akan kembali berkompetisi di Divisi Utama musim 2017. Namun, pada kongres PSSI yang dilakukan di Jakarta pada 10 November 2016 membatalkan agenda pengesahan tersebut. Ketua PSSI terpilih, Edy Rahmayadi menjanjikan akan menyelesaikan permasalahan Persebaya pada kongres selanjutnya di Bandung.
Pada musim 2017 Persebaya Surabaya kembali berkompetisi di Liga 2, dan berhasil menjadi juara dengan mengalahkan PSMS Medan di final, lalu promosi ke Liga 1.
Pada pada musim 2018 Persebaya berhasil menduduki peringkat 5 di klasemen akhir Liga 1. Peringkat ini cukup mengejutkan publik sepakbola tanah air karena sebagai tim promosi, tidak diduga Persebaya dapat menembus 5 besar, di saat yang sama tim-tim promosi kurang bisa bersaing bahkan ada yang kembali harus turun kaste ke Liga 2.
Pada jeda kompetisi, sambil menunggu Kompetisi Liga 1 Tahun 2019 digulirkan, Persebaya mengikuti turnamen pramusim bertajuk “Piala Presiden 2019”, dan berhasil menjadi Runner- Up.
Suporter
Bonek yang merupakan akronim dari Bondho Nekat (bonek) adalah pendukung Persebaya. Loyalitas dan totalitas Bonek dalam mendukung Persebaya sudah tidak diragukan lagi. Bonek yang dikoordinir oleh Jawa Pos pada saat mendampingi Persebaya away ke Jakarta ditahun 1988 merupakan pionir tradisi ”awaydays” di Indonesia saat ini. Selain itu kesetiaan Bonek pada Persebaya tak lekang oleh waktu.
Rivalitas
Pada saat Persebaya berlaga, ribuan Bonek selalu hadir memenuhi stadion apalagi jika pertandingan tersebut bertitel bigmatch atau pertandingan besar seperti pertandingan kandang melawan Persib Bandung, Persija Jakarta, PSIS Semarang, PSM Makassar dan Madura United. Namun diantara pertandingan-pertandingan yang berlabel bigmatch tersebut ada satu lagi pertandingan yang paling menyedot animo suporter kedua tim yaitu pertandingan melawan Arema FC, pertandingan yang dijuluki Super Derbi Jawa Timur ini menghadirkan suasana panas menjelang pertandingan hingga akhir pertandingan. Bahkan puluhan ribu tiket yang dijual secara daring ludes terjual hanya dalam hitungan menit.[12]
Prestasi
Di lobi Wisma Eri Irianto, Karanggayam Surabaya, berjajar puluhan trofi dan piala yang pernah diraih Persebaya. Trofi dan Piala tersebut adalah saksi kejayaan Persebaya. Di kompetisi teratas, tercatat Persebaya telah 6 kali juara, dan 9 kali runner up, belum kejuaraan-kejuaraan lainnya.
Kompetisi Domestik
Liga Nasional
- Perserikatan/Liga Indonesia/Liga 1
- Juara (6): 1951, 1952, 1978, 1988, 1996-97, 2004
- Runner-up (9): 1938, 1941, 1942, 1965, 1971, 1973, 1987, 1990, 1998-99
- Divisi Satu Liga Indonesia/Liga 2
- Juara (3): 2003, 2006, 2017
Piala Nasional
- Piala Utama
- Juara (1): 1990[13]
Kompetisi Internasional
Kompetisi AFC
- Asian Club Championship/AFC Champions League
- 1997-98 – First round
- 2005 – Group stage
- Asian Cup Winners’ Cup
- 1999-2000 – Second round